Minggu, 17 Maret 2013

Internet, Kebebasan Berekspresi dan Hak Asasi Manusia (HAM)


Sebelum kita bicara tentang hubungan antara Internet dengan HAM, ada baiknya kita pahami dahulu apa sebenarnya Hak Asasi Manusia (HAM) itu? “Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, (yang) oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun”, demikian kutipan dari bagian awal Undang-Undang (UU) RI Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Adanya UU tersebut adalah sebagai tindak lanjut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) Nomor  VII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia.

Adapun di dalam pasal 14 pada UU tersebut, dinyatakan bahwa:
“(1). Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
(2). Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia”.
Jelas bahwa, pasal tersebut sejatinya tunduk dan mengacu pada pasal 28F, UUD 1945 Indonesia (Amandemen ke-2, yang ditetapkan pada Agustus 2000) dan pada pasal 19, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) PBB.
Pada pasal 28F, UUD 1945, dinyatakan bahwa:
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Sedangkan pada pasal 19, Deklarasi Universal HAM (DUHAM) PBB yang dideklarasikan pada 10 Desember 1948 tersebut ditegaskan bahwa:
Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, dalam hal ini mencakup kebebasan untuk berpegang teguh pada pendapat tertentu tanpa mendapatkan gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan ide/gagasan melalui media apa saja tanpa ada batasan”.
Meskipun ada jaminan untuk bebas berpendapat dan berekspresi, pelaksanaan  hak tersebut tidaklah tak terbatas. Yang membatasinya adalah  pada pasal 29 ayat 2 pada deklarasi yang sama, berbunyi, “dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap orang harus tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain dan untuk memenuhi persyaratan aspek moralitas, ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis”. (Baca/download dokumen deklarasi.)
Pasal “kebebasan berpendapat dan berekspresi” pada DUHAM PBB tersebut kemudian ‘diperkuat’ pada Resolusi Majelis Umum PBB tanggal 16 Desember 1966, melalui pasal 19 di dalam Kovenan (Kesepakatan) Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Pasal 19 pada kesepakatan tersebut tertulis sebagai berikut:
“(1). Setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan (pihak lain).
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan ide/gagasan apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan, baik secara lisan, tulisan, cetakan, dalam bentuk karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.
(3). Pelaksanaan hak-hak yang diicantumkan dalam ayat 2 pasal ini turut membawa kewajiban dan tanggung jawab khusus. Oleh karenanya dapat dikenai pembatasan tertentu, tetapi hal (pembatasan) ini hanya dapat dilakukan sesuai dengan hukum dan sepanjang diperlukan untuk:
a) Menghormati hak atau reputasi (nama baik) orang lain
b) Melindungi keamanan nasional, ketertiban umum,  kesehatan ataupun moral umum/publik.”
Indonesia meratifikasi kesepakatan ini pada 23 Februari 2006. (Baca/download dokumen kesepakatan.)
Dari penjelasan di atas, dengan jelas dapat kita pahami bahwa sesungguhnya secara global maupun pada konstitusi negara kita, hak individu untuk berinformasi, berpendapat dan berekspresi, melalui berbagai media sangatlah dilindungi. Sebagai pedoman atas pelaksanaan hak tersebut, secara umum dapatlah kita mengacu pada prinsip-prinsip yang diramu oleh Free Speech Debate (http://freespeechdebate.com) dalam bentuk “10 Prinsip Kebebasan Berpendapat”.
 10 PRINSIP KEBEBASAN BERPENDAPAT

  1. Kita – semua manusia – harus bebas dan dapat mengekspresikan diri, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi, ide serta gagasan, tanpa batas
  2. Kita mempertahankan internet dan semua bentuk komunikasi lainnya terhadap gangguan-gangguan yang tidak sah oleh kedua kekuatan publik maupun swasta
  3. Kita membutuhkan dan membuat media yang terbuka beragam sehingga kami dapat membuat keputusan berdasarkan informasi yang baik dan berpartisipasi penuh dalam kehidupan politik
  4. Kita berbicara secara terbuka dan dengan sopan tentang segala macam perbedaan manusia
  5. Kita mengizinkan untuk tidak ada tabu dalam diskusi dan penyebaran pengetahuan
  6. Kita tidak melakukan ancaman kekerasan serta tidak menerima adanya intimidasi kekerasan.
  7. Kita menghormati orang yang meyakini / mempercayai suatu hal tetapi bukan berarti atas isi keyakinan atau kepercayaannya
  8. Kita semua berhak atas kehidupan pribadi tetapi harus menerima pengawasan jika itu adalah demi kepentingan publik
  9. Kita harus mampu untuk melawan penghinaan pada reputasi kita tanpa mengganggu atau membatasi perdebatan yang sah
  10. Kita harus bebas untuk menantang batasan kebebasan berekspresi dan informasi yang selama ini berdasarkan alasan untuk keamanan nasional, ketertiban umum, moralitas dan perlindungan kekayaan intelektual
Dan Internet, tentu saja masuk sebagai media yang mampu menjadi sarana yang penting dalam pemenuhan hak berpendapat dan berekspresi ini. Mengapa tidak? Pada Juni 2011, PBB melalui Special Rapporteur bidang Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, Frank William La Rue, mengingatkan, “Internet telah menjadi alat yang sangat diperlukan untuk mewujudkan berbagai hak asasi manusia, memerangi ketidakadilan, dan mempercepat pembangunan dan kemajuan manusia, maka memastikan (ketersediaan) akses ke Internet haruslah menjadi prioritas bagi semua negara”. (Baca/download laporan La Rue.)
Tetapi La Rue memiliki kekhawatian bahwa kebebasan berekspresi dan berpendapat secara di Internet, kini tengah menghadapi tantatangan, bahkan oleh negara (baca: pemerintah). Menurutnya, kebebasan berekspresi di Internet di banyak negara, kini banyak dihambat dengan cara menerapkan hukum pidana ataupun menciptakan hukum baru yang dirancang untuk dapat mengkriminalkan para pelaku kebebasan berekspresi di Internet. Menurutnya, hukum seperti itu seringkali dijustifikasi sebagai hal yang perlu untuk melindungi nama baik (reputasi), kemanan nasional ataupun guna melawan terorisme. “Namun pada prakteknya, hukum tersebut seringkali digunakan untuk menyensor situs (di Internet) yang kontennya tidak disukai/disetujui oleh pemerintah atau pihak yang berkuasa lainnya,” tegasnya.
Di sisi lain, masih melalui La Rue, PBB yakin bahwa Internet adalah platform yang sangat berharga di negara yang media massanya tidak indepenen. Untuk kasus di Indonesia, data empiris menunjukkan bahwa perkembangan industri media tidak selalu ke arah positif sebagai sebuah media publik. “Industri media di Indonesia melihat pemirsa semata-mata sebagai konsumen, bukan sebagai warga negara yang memiliki hak terhadap media. Logika utama yang mendorong perkembangan industry media di Indonesia adalah dua hal, yaitu profit dan kekuasaan,” demikian kutipan dari laporan penelitian berjudul ‘Memetakan Lansekap Industri Media Kontemporer di Indonesia’, oleh Yanuar Nugroho dan kawan-kawan, yang dirilis pada Maret 2012. (Baca/download laporan Yanuar N.)
“(Namun demikian) Internet memungkinkan individu untuk berbagi pandangan kritis dan untuk menemukan informasi yang obyektif,” demikian ditegaskan oleh La Rue memberikan angin segar. Pun seperti diyakini pula oleh Yanuar dalam laporan penelitannya, “penggunaan Internet telah memunculkan kesempatan baru bagi  warga negara untuk menyuarakan aspirasi mereka dan mendapatkan respon dalam cara dan skala yang tidak terpikirkan sebelumnya.”
Jelaslah sudah bahwa Internet menawarkan kesempatan yang belum pernah ada sebelumnya untuk menegakkan dan mempromosikan HAM dan sekaligus memainkan  peran yang semakin penting dalam salah satu hak kehidupan kita sehari-hari, yaitu berinformasi, berpendapat dan berekspresi. Bahkan secara khusus, sudah mendesak perlu adanya tata kelola (governance) atas Internet yang pro pada HAM. Pada Pertemuan Informal Asia – Eropa (ASEM Meeting) ke-12 di Seoul pada 27-29 Juni 2012, agenda utama dan satu-satunya yang dibahas adalah tentang HAM dan Teknologi Informasi-Komunikasi (ICT).
Dalam pertemuan yang diikuti pula oleh wakil dari ICT Watch Indonesia tersebut, salah satu konsensus yang disampaikan adalah, “perlindungan HAM harus juga diterapkan pada ranah online (Internet), bebas dari batasan-batasan dan mencakup semua jenis media.”(Baca/download Key Messages ASEM Meeting.)
Adapun secara umum, visi dari penggunaan dan pemanfaatan media Internet yang berbasiskan pada HAM telah dirumuskan oleh Koalisi Hak dan Prinsip Ber-Internet (http://irpcharter.org) dalam bentuk “10 HAM di Internet”.
10  HAK ASASI MANUSIA di INTERNET

  1. Universalitas dan Kesetaraan
    Semua manusia dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak, yang harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi dalam ranah online.
  2. Hak dan Keadilan Sosial
    Internet adalah ruang untuk promosi, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia dan memajukan keadilan sosial. Setiap orang memiliki kewajiban untuk menghormati HAM orang lain dalam ranah online.
  3. Aksesibilitas
    Setiap orang memiliki hak yang sama untuk mengakses dan menggunakan internet yang aman dan terbuka.
  4. Ekspresi dan Serikat
    Setiap orang berhak untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi secara bebas di Internet tanpa sensor atau gangguan lainnya. Setiap orang juga memiliki hak untuk berserikat (berkumpul) secara bebas melalui dan/atau di Internet, untuk kepentingan sosial, politik, budaya atau lainnya.
  5. Perlindungan Privasi dan Data
    Setiap orang memiliki hak privasi online. Ini termasuk kebebasan dari pengawasan, hak untuk menggunakan enkripsi, dan hak untuk anonimitas online. Setiap orang juga memiliki hak untuk perlindungan data, termasuk kontrol atas pengumpulan data pribadi, retensi, pengolahan, penghapusan dan pengungkapan.
  6. Kehidupan, Kebebasan dan Keamanan
    Hak untuk hidup, bebas, dan aman harus dihormati, dilindungi dan dipenuhi secara online. Hak-hak ini tidak boleh dilanggar, atau digunakan untuk melanggar hak-hak lain, dalam ranah online.
  7. Keanekaragaman
    Keanekaragaman budaya dan bahasa di Internet harus dipromosikan, dan  inovasi teknis serta kebijakan harus didorong untuk memfasilitasi pluralitas (keberagaman) ekspresi.
  8. Kesetaraan Jaringan
    Setiap orang berhak memiliki akses universal dan terbuka untuk konten Internet, bebas dari diskriminasi prioritas, penyaringan atau kontrol trafik atas alasan komersial, politis atau lainnya.
  9. Standar dan Peraturan
    Arsitektur Internet, sistem komunikasi, dan dokumen dan format data harus didasarkan pada standar terbuka yang menjamin interoperabilitas lengkap, inklusi (terbuka) dan kesempatan yang sama untuk semua.
  10. Tata Kelola
    HAM dan keadilan sosial harus membentuk landasan hukum dan normatif yang menjadi kerangka Internet ditata dan dikeloka. Ini dapat terjadi secara transparan dan multilateral, berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi yang inklusi (terbuka) dan menjalankan akuntabilitas.
Tentu saja ke-10 visi di atas tak bisa dilepas begitu saja, tanpa ada upaya untuk mewujudkannya. Seperti dikutip langsung dari butir lain konsensus pertemuan ASEM tentang HAM & ICT di atas adalah, “diperlukan adanya edukasi, pemahaman dan peningkatan kapasitas (pengetahuan) tentang bagaimana menggunakan media baru (Internet) untuk berbagai keperluan, termasuk untuk social activism. Dengan demikian  publik dan komunitas dapat memilih dan mengatur sendiri tata-cara menggunakan ICT (Internet).”
Mengacu pada paparan di atas, maka tak dapat dipungkiri pentingnya kesadaran dan keingnan semua pihak, baik masyarakat sipil (publik), komunitas, pemerintah maupun swasta, untuk menghormati dan melindungi HAM di ataupun melalui Internet. Pun, kita semua secara bersama harus dapat memastikan bahwa Internet dijalankan dan dikembangkan dengan cara dan tujuan untuk memenuhi, melindungi dan mempromosikan HAM seluas mungkin. Tidak ada yang boleh (merasa) lebih berperan, dominan ataupun superior, ketika kita bicara tentang tata kelola (governance) Internet dalam kerangka kepentingan HAM. Internet dan HAM adalah dari, oleh dan untuk kita bersama untuk mendorong perbaikan dan mebawa kebaikan seluas-luasnya bagi seluruh manusia di muka bumi ini, tanpa terkecuali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar